Rabu, 08 Juli 2009

Beginikah nasib Ilmu Pengetahuan?

Buku John Horgan yang berjudul “the end of science” merupakan sebuah biografi sekaligus refleksi sains yang bukan hanya mengupas namun lebih membongkar hakikat dan perkembangan sains itu sendiri. Dalam petualangannya, Horgan telah berhasil mewawancarai beberapa ilmuwan yang berpengaruh pada abad ke 20. dia adalah seorang wartawan ilmu pengetahuan berkebangsaan amerika yang berani dan cerdas, meskipun banyak resiko yang harus dihadapai.

Sedikit yang bisa saya pahami dari buku itu adalah (terlepas dari keinginan Horgan sendiri) bahwa Ilmu pengetahuan telah melampaui segala tanpa batas sehingga tidak ada kebaruan yang diharapkan, tidak ada jajahan baru yang dieksplorasi, tidak ada objek sains yang dapat diteliti, dan tidak ada utopia masa depan yang dapat diraih. beberapa ilmuwan yakin ilmu pengetahuan mempunyai batas (finite) sampai menuju titik akhir (senjalaka) setelah semua tujuannya terpenuhi sehingga tidak ada lagi fantasi dan imajinasi masa depan yang dapat dibayangkan, ilmu pengetahuan telah sempurna yang dapat mengkonstruksi masyarakat sempurna (perfect society), yang didalamnya tidak ada lagi yang tidak tersedia, tidak ada masalah yang tak terpecahkan, tidak ada lagi pertanyaan yang tak terjawab, tak ada lagi mistery yang tak terungkap. Nanti akan ditemukan teori segala sesuatu sehingga beberapa ilmuwan berusaha sekuat tenaga untuk mencari dan menemukan superstring atau theory of everything yang di dalamnya segala fenomena, masalah dan pertanyaan dari segala disiplin (konvensional) kini dapat dicari jawabannya oleh sebuah teori tunggal yang melingkupi (kesatuan dalam keragaman teori), segala hal. Bila segala hal dapat dijelaskan oleh sebuah teori, maka ini berarti tidak ada lagi perkembangan teori, tidak mungkin dihasilkan lagi teori baru di masa depan, dan manusia sampai pada kondisi “matinya teori”.

Tapi masalah yang kemudian timbul adalah ternyata itu hanya utopia yang tidak mungkin untuk diperoleh, beberapa ilmuwan tersebut telah bermimpi dan mereka cenderung melakukan hal-hal yang irasional (gila). Wajar saja ilmuwan merasa bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sekarang, Hampir saat ini tidak ada lagi teori sains yang bisa ditemukan, dieksplorasi dan diteliti, yang bisa dilakukan sekarang hanyalah melakukan pereduksian yang deterministic terhadap apa yang telah dicapai. Mungkin para ilmuwan sekarang telah kehabisan bahan bakar untuk mencari “apalagi yang harus ditemukan setelah mekanika kuantum, big-bang, evolusi, dan relativitas umum ditemukan?”.

Asal-usul alam semesta menurut teori big-bang bermula dari sebuah ledakan yang terus menerus, bermiliaran tahun yang lalu meninggalkan cahaya sore dalam bentuk gelombang mikro yang kecil (radiasi dasar kosmis) yang mengalami pergeseran doppler, selanjutnya penelitian selama beberapa dekade yang lalu menunjukkan bahwa elemen hidrogen, helium, dan elemen-elemen cahaya lainnya yang berlimpah dalam milky way (galaksi bima sakti) dan galaksi lain yang secara tepat sesuai dengan perkiraan teoritis. Ketiga tingkatan tersebut (pergeseran merah galaksi, dasar gelombang mikro, dan keberlimpahan elemen) menjadi dasar teori big bang berpijak.

Asal-usul kehidupan dengan teori eksotiknya, Stanley Miller melakukan rekayasa dalam eksperimennya, dengan sebuah tabung yang berisi metana-amoniak-hidrogen sebagai ganti dari atmosfer, Air sebagai larutan ditambah kilat dan lilitan pemanas biar larutan mendidih. Dalam beberapa hari kemudian muncul bahan lengket kemerahan yang kaya asam amino. Asam amino adalah bahan dasar pembuat protein, dan protein adalah bahan dasar kehidupan. Dari sini miller yakin bahwa dalam 25 tahun ke depan para ilmuwan akan mengetahui dengan pasti bagaimana kehidupan bermula, tapi saat ini 25 tahun telah lewat dan kepastian itu belum terwujud. Hingga miller sendiri akhirnya berpaling untuk kemudian menyatakan bahwa para ilmuwan akan meneliti menemukan pengkombinasian zat kimia yang bisa bereproduksi dan mengembangkan kondisi prakehidupan yang rasional, daripada menjelaskan asal-usul kehidupan. Para Ilmuwan mengakui bahwa benda dan energi hadir pada awal penciptaan dan setelah itu baru kehidupan dimulai.

menurut Biologi evolusioner dengan madzhab darwinian menjelaskan bahwa organisme bisa menurunkan kepada keturunannya tidak hanya sifat-sifat bawaan dari ortunya tapi juga sifat-sifat yang diperoleh dari perjalanan hidupnya, ditambah data-data fosilnya hampir tidak ada yang secara ilmiah menandingi teori tersebut, diperkuat lagi teori seorang biarawan bernama gregor mendel dengan partikel hereditas nya yang sekarang disebut sebagai gen dan dengan transmisi genetis berbasis DNA menurunkan sifat-sifat pada keturunannya. Biologi molekuler baru-baru ini mengungkapkan bahwa proses interaksi antara DNA, RNA dan protein-protein menjadi lebih kompleks daripada perkiraan sebelumnya.

Berbagai cabang sains (fisika, kimia, biologi, filsafat, dan lain-lain) pada hakekatnya mempunyai batas-batas yang jelas dan sementara ini telah kabur, fisika pertikel, setelah ditemukan quark (partikel yang membentuk proton dan neutron) tidak ada lagi objek penelitian fisika partikel, akhirnya ilmuwan hanya meneliti tentang estetika partikel dalam teori fractal (Benoit Mandelbrot). Biologi, setelah ditemukannya RNA (sebagai molekul berserat tunggal) yang bersama DNA memproduksi protein, maka penelitian biologi hanya berkutat pada variasinya saja.

Beginilah, ilmu pengetahuan telah mati. Kematian atau akhir secara ontologism dan epistemologis mempunyai beberapa makna, mati tidak hanya bermakna tidak ada lagi (ketiadaan), namun bisa jadi bermakna permulaan atau kelahiran baru. Dalam berbagai bidang, khususnya the end of science, “kematian” setidak-tidaknya mempunyai tiga makna;

yang pertama adalah melampaui batas menuju titik ekstrim, dimana kecenderungan segala sesuatu berkembang ke arah titik ekstrim yang berakhir menjadi petaka. Selanjutnya setiap system dan konsep telah kehilangan logikanya atau jatidirinya, melampaui fungsi, tujuan, prinsip dan hakikatnya.Hal ini biasanya disebut fatalitas (pertumbuhan sekaligus penghancuran diri). Bisa kita rasakan teori atom atau nuklir yang berkembang sedemikian pesat telah mengancam perdamaian dunia, memicu perang yang dapat memporak-porandakan dunia. Rekayasa genetika ketika tumbuh dan berkembang secara fatal, akan menciptakan terror virus biologi, penyakit binatang dan tumbuhan, maraknya cloning manusia, aborsi, atau bahkan jangan-jangan HIV/AIDS, flu burung, antrax, dll adalah merupakan produk hasil eksperimen laboratorium. Resiko lain adalah perang nuklir, perang biologi, perang kimia, kerusakan lapisan ozon, efek rumah kaca, keracunan oleh polusi, hantaman komet, pencairan es kutub secara ekstrem, Tsunami, dan penghancuran dunia lainnya. Selain hal di atas, Kematian seni (the end of art theory), terjadi ketika perkembangan teori seni sampai pada titik ekstrim sehingga dunia seni kontemporer (postmodern) melepaskan diri dari teori-teori besar seni yang membangun batas yang jelas antara seni-nonseni, sehingga batas-batas itu kabur/hilang yang menjadikan apapun bisa menjadi seni meski sebelumnya bukan seni. Tokoh Prinsip ekstrem yang paling terkenal adalah paul feyrabend dengan “anything goes” nya (apapun boleh).

Yang kedua adalah peleburan dan pencampuradukan, lenyapnya batas, kematian keotentikan dan kemurnian berbagai entitas (social, ekonomi, sains, politik, agama, dll) karena telah terjadi proses pencampuran, peleburan, persilangan (trans) diantaranya. Sehingga tidak ada yang pure agama, pure politik, pure fisika, dan lain-lain. Konsep imanensi yang seharusnya selalu berada di dalam (imanen) sesuatu di luar dirinya (biasanya transenden) dengan membongkar oposisi biner untuk membebaskan manusia dari transcendental murni, maka imanensi akan dilihat sebagai “imanensi untuk dirinya sendiri” bukan terhadap transenden, dengan demikian transenden yang biasanya lebih superior akan bercampur dengan imanen itu sendiri dan batas diantaranya pun hilang. Perselingkuhan lintas disiplinpun terjadi pada fisika, yang selama ini mempelajari prinsip-prinsip zat kini mempelajari tentang keindahan dan estetika zat Sehingga tidak ada bedanya antara fisika dan sastra. Filsafat, yang sebelumnya merupakan penjelejahan dalam upaya menemukan jawaban tentang ‘kebenaran’ kini justru menggali keindahan kata-kata sehingga tidak ada bedanya antara filsafat dan puisi sebagaimana yang dilakukan Derrida.

Yang ketiga adalah kondisi tidak ada lagi objek ilmu pengetahuan itu sendiri, terbatasnya objek ini diperlihatkan semakin menurunnya penemuan (discovery). Di tahun-tahun sekarang telah ditemukan setengah dari penemuan ilmiah, dan diperkirakan di tahun 2200 penemuan akan mencapai 90% dan setelah itu tidak akan ada lagi penemuan ilmiah. Fisika partikel telah berhasil menemukan quark (partikel terkecil) yang membentuk proton dan neutron. Biologi molekuler telah berhasil menemukan RNA dan DNA yang memproduksi protein sebagai bahan dasar kehidupan. Fisika kuantum telah sampai pada teori mekanika kuantum dan relativitas Einstein. Matematika telah sampai pada bilangan imajiner, geometry non Euclid, yang terakhir teori Mandelbrot tentang fractal. Kosmologi telah kehabisan peralatan untuk membuktikan teori big-bang. Neurosains telah kehabisan biaya dan pemikir untuk lebih lanjut menemukan hubungan kesadaran dengan otak fisik.Setelah semua itu akankah ilmu pengetahuan benar-benar telah berakhir? Atau mungkin berputar untuk kembali ke masa lalu, dunia mistik, khayal, bayang-bayang dan imajinasi. Mengingat ilmuwan masa kini sering membayangkan hal-hal yang irasional, kehidupan di luar bumi, penciptaan laboratorium kehidupan baru, fiksi ilmiah yang membayangkan makhluk luar angkasa datang ke bumi, robot dengan kecerdasan melebihi manusia, computer dengan insting dan kemampuan memory yang hebat, manusia super yang dapat hidup selamanya, dan teori superstring semuanya adalah imajinasi masa kini dan akan datang, yang artinya paradigma para ilmuwan sudah bergeser dari semestinya.

Budaya prosedur ilmiah menjadikan ilmu pengetahuan menjadi birokrasi intelektual, sosial dan politik yang besar, yang sukar ditandingi. Kalaupun memang prosedur ilmiah sudah tidak relevan lagi sebagai metode sains, mungkin harus ada metode baru yang tentunya berimplikasi pada definisi atau pengertian ilmu pengetahuan, biar jelas sesuatu itu dapat dikatakan sains, rasional, dan ilmiah atau mungkin dikatakan yang lain. Lantas beberapa pertanyaan yang belum terjawab dengan pasti seperti bagaimana alam semesta bermula, asal-usul kehidupan, asal-usul seks, asal-usul kesadaran, superstring, adanya kehidupan diluar bumi (alien), pengkombinasian zat kimia yang bisa bereproduksi dan mengembangkan kondisi prakehidupan yang rasional, sesuatu yang tidak hancur ketika bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya, mistery metafisika, pembuatan cadangan ozon, keluar dari dimensi ruang dan waktu, Chaitin mengatakan jika kita dapat menjelaskan mengapa kita menua mungkin kita bisa mengetahui bagaimana menghentikannya.semua misteri tersebut sulit untuk terungkap, apalagi hanya dengan sebuah prosedur atau metode ilmiah. Ilmu pengetahuan, kata stent menghadapi batas-batas fisik, social dan kognitif. Ilmu pengetahuan tidak akan mampu menembus wilayah pengalaman subjektif, tingkah laku manusia tidak bisa didefinisikan oleh model ilmiah atau matematis apapun, seperti kapan kita ngopi dan tempatnya dimana adalah hal subjektif manusia. Einstein mengakui bahwa fisika sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan nilai, makna, dan fenomena subjektif lainnya. Keterbatasan ilmu pengetahuan atas objeknya inilah yang membuat ilmuwan kehabisan tenaga untuk menemukan hal ilmiah baru. Saking jengkelnya beberapa ilmuwan menyatakan bahwa sebenarnya sekarang ini banyak ilmuwan yang lebih jenius dari newton dan einstein, namun karena mereka tidak sezaman maka banyak yang kebingungan dengan pencarian temuan sains yang baru. Andaikan newton dan einstein hidup dalam zaman sekarang mungkin dia juga akan merasakan hal yang sama dengan ilmuwan-ilmuwan apatis apologetik lainnya.

Jadi Ilmu pengetahuan tidak mati dalam arti ketiadaan, tapi hidup dengan cara ironis atau dengan cara fatalistic. Ilmu pengetahuan akan dicampuradukkan sehingga kehilangan jatidirinya, seperti yang dilakukan nietze, heidegger, feyrabend, dan deluze. Sains tidak lagi dapat dibedakan dengan sastra, seni, puisi, atau agama. Ilmu pengetahuan tidak dilihat dalam objektivitas, epistem dan validitas kebenarannya, tapi pesona, retorika, dan keindahannya.

Ketika manusia sudah sampai pada batasnya, Hans moravec, Dyson, dan Marvin Minsky yakin bahwa masa depan berada di tangan mesin-mesin, teknologi komputer telah berkembang sedemikian pesatnya dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemandegannya. Komputer dengan kecerdasan artifisialnya, memandang bahwa kesadaran adalah memory jangka pendek, memory komputer jauh lebih kuat menahan tumpukan masalah (pemrosesan) daripada memori manusia. Dengan berkembangnya ilmu mesin maka pekerjaan manusia sedikit demi sedikit akan digantikan olehnya, perusahaan-perusahaan akan lebih memilih robot untuk bekerja daripada manusia yang sering mengacaukan. Sekarang manusia sudah cenderung menjadi mesin dan sebaliknya mesin akan menggantikan manusia. Komputer mungkin atau pasti akan mempercepat akhir dari ilmu pengetahuan empiris. Ilmuwan akhir-akhir ini kehabisan bahan empiris, mereka mempunyai kecenderungan untuk menciptakan fiksi ilmiah (superstring, kesadaran, dll) maka sains akan mandeg dan kecerdasan ada di tangan mesin. Benarkah masa depan ilmu pengetahuan akan dilanjutkan oleh mesin?. Dan akankah ilmu pengetahuan mesin berbeda secara signifikan dengan ilmu pengetahuan manusia? Makanya lihat film matrix dulu…

Namun apa yang terjadi dengan riwayat kecerdasan artifisial yang telah dikalahkan manusia dalam pertandingan catur antara Gary Kasparov (juara catur dunia) melawan “Deep Blue” komputer yang berkekuatan hebat, dibuat oleh progammer catur terbaik di dunia dengan 32 prosesor paralel yang mampu menguji 200 juta posisi perdetik. Semula Deep Blue menang dalam pertandingan pertama dan berakhir dengan kemenangan Gary Kasparov 4-2. Jika Monster silikon ini tidak bisa mengalahkan seorang manusia dalam permainan catur, lalu bagaimana dengan harapan bahwa komputer akan bisa meniru bakat manusia yang lebih hebat, seperti mengenali kekasih, melakukan demonstrasi, mengakali mahasiswa, dan membuat virus. Hehe… inilah mimpi buruk Marvin Minsky dan kawan-kawannya.

Terakhir, Horgan dengan ketidakpastian tujuannya yakin bahwa buku the end of science nya bukan sekedar meniru buku the end of … yang lain. Dan apakah akhir sains adalah anti-sains? Merupakan kekhawatiran sejumlah ilmuwan atas istilah yang lebih tajam yang mereka lukiskan sebagai kebangkitan irasionalitas dan permusuhan yang rapi terhadap ilmu pengetahuan. Bisa jadi ini dijadikan doktrin para fundamentalism agama, filosof postmodern, dan ilmuwan ironis untuk menyebarkan ajaran sesatnya, yaitu paradigma anti-ilmu pengetahuan. Lalu bagaimana dengan ilmu pengetahuan terapan? Implikasinya adalah dipotongnya dana-dana penelitian seperti penelitian tentang fusi nuklir untuk melahirkan sumber energi yang bersih, ekonomis, dan berlimpah. Kaum realis menyatakan bahwa energi fusi merupakan mimpi yang mungkin tidak akan pernah terwujud; hambatan teknis, ekonomis, dan politis terlalu besar untuk diatasi. Kemudian bagaimana dengan pikiran manusia? Bagaimana selanjutnya superstring? Bagaimana Permainan teori chaos dan kompleksitas? Adakah kehidupan di planet Mars? Silahkan cari jawabannya dan ilmu pengetahuan tidak akan berada diujung kematiannya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar